Human Milk 4 Human Babies - Indonesia
FAQ HUKUM PERSUSUAN
Di bawah ini adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan kala membantu orang tua dalam proses Berbagi Air Susu Ibu (milk sharing/Donor ASI). Kiranya dapat diberikan jawaban dan penjelasan yang tepat sehingga Kami tidak salah langkah dalam membantu para orang tua.
Pertanyaan:
1. Apakah memberikan ASI yang diperah pada seorang anak, menjadikan hukum persusuan berlaku? Ataukah hukum persusuan hanya berlaku jika melalui penyusuan langsung?
Jawaban:
Jumhur ulama mengatakan bahwa semua cara menyusui menjadikan anak tersebut anak susuan, apabila terpenuhi semua syarat-syarat (anak di bawah 2 tahun, lima kali atau lebih menyusu), mereka tidak membedakan apakah anak tersebut menyusu langsung, atau tidak langsung (dari gelas misalnya). (Lihat Badai'ush Shanai' 4/9, Al-Mudawwanah 2/299, Al-Umm 6/76, Al-Majmu' 18/220, dan Al-Mughny 11/313)
Diantara dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
لا رضاع إلا ما شد العظم وأنبت اللحم
"Tidak termasuk menyusui kecuali susu yang membentuk tulang dan menumbuhkan daging" (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)
Segi pendalilannya bahwa ASIP yang diminum dengan memakai gelas/botol/disuapi dengan sendok, juga bisa membentuk tulang dan menumbuhkan daging, dengan demikian hukumnya sama dengan ASI yang diminum langsung dari payudara ibunya.
Demikian pula kisah Sahlah binti Suhail (istri Abu Hudzaifah) radhiyallahu 'anhaa ketika Salim bin Ma'qil (bekas budak Sahlah yang diambil anak oleh Abu Hudzaifah) sudah dewasa dan sering masuk ke rumah mereka, kemudian mereka merasa tidak enak dengan keberadaan Salim, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh Sahlah untuk menyusui Salim supaya menjadi anak susuannya (dan ini adalah kekhususan Sahlah ketika menyusui Salim) seraya bersabda
أرضعيه تحرمي عليه
"Susuilah dia maka dia menjadi haram atasmu (menjadi mahram)" (HR. Muslim) Hadist ini menunjukkan bahwa Salim radhiyallahu 'anhu tidak langsung menyusu dari Sahlah karena saat itu dia bukan mahram Sahlah, ini menunjukkan bahwa meminum ASI secara tidak langsung hukumnya sama dengan meminum langsung.
Berkata Al-Qadhy 'Iyadh rahimahullah:
ولعله هكذا كان رضاع سالم، يصبه في حلقه دون مسه ببعض أعضائه ثدي امرأة أجنبية
"Mungkin demikian yang terjadi ketika menyusui Salim, susu sampai ke tenggorokannya tanpa menyentuh payudara wanita asing dengan sebagian anggota badannya " (Ikmaalul Mu'lim 4/641) Berkata An-Nawawy rahimahullahu:
وهذا الذي قاله القاضي حسن
"Dan apa yang dikatakan Al-Qadhy ini baik" (Syarh Shahih Muslim 10/31). Wallahu a'lam.
***
Pertanyaan:
2. Jika ya, berapa banyak Donor ASI yang dapat diberikan pada anak tersebut hingga berlaku hukum persusuan?
Jawaban:
Hukum persusuan yang mengharamkan berlaku bukan dari jumlah banyaknya pendonor, tetapi dari berapa banyaknya anak susuan mendapatkan asi dari satu donor asi.
Menyusui yang mengharamkan adalah yang terjadi dengan tiga syarat:
Pertama: bahwa susu itu dari bangsa manusia, jika dua orang bayi menyusu dari kambing keduanya tidak menjadi dua bersaudara sesusu.
Kedua: bahwa susuan itu sebanyak lima kali atau lebih, maka yang kurang dari lima kali tidak mengharamkan.
Ketiga: bahwa ia terjadi di masa menyusui, berdasarkan sabda Nabi Muhammad halallahu’alaihi wasallam (akan disebutkan di akhir fatwa), jika ia terjadi setelah berakhirnya masa menyusui maka ia tidak memberi pengaruh dan tidak mengharamkan.
Berkaitan masa menyusui: ada yang mengatakan: saat berusia kurang dari dua tahun, maka yang lebih dari dua tahun maka bukan termasuk masa menyusui. Ada yang berpendapat: masa menyusui adalah masa sebelum disapih, ini lebih mendekati kebenaran. Maka jika disapih dan jadilah ia tidak membutuhkan susu, dan ia makan makanan selain susu, seperti nasi, pisang dan lain-lain, maka sesungguhnya susuan tidak memberi pengaruh lagi pada saat itu.
Dalil syarat pertama adalah firman Allah subhanahuwata’alla:
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,(QS. an-Nisaa`:23)
Dalil syarat yang kedua: hadits Aisyah radhiyallahu 'anha yang diriwayatkan Muslim:
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda: "Termasuk yang diturunkan dari al-Qur`an adalah 'sepuluh susuan yang mengharamkan', kemudian dinasakh dengan lima kali susuan yang diketahui."(HR. Muslim 1452).
Dan dalil syarat yang ketiga adalah sabdanya shallallahu 'alaihi wa sallam :Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya susuan itu (berasal) dari rasa lapar."(HR. Al-Bukhari 2647 dan 5102 dan Muslim 1455.)
Dan diriwayatkan pula: Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda: 'Tidak ada susuan kecuali yang menguatkan tulang dan terjadi sebelum disapih."(HR. at-Tirmidzi 1152, an-Nasa`i dalam al-Kubra (5465) dari hadits Ummu Salamah radhiyallahu 'anha dengan lafazh: 'Susuan tidak mengharamkan kecuali yang membelah usus dan terjadi sebelum disapih.' Dan ia berkata: ini adalah hadits hasan shahih. Dan Abu Daud meriwayat (2059 dan 2060) bagian pertama darinya dari hadits Ibnu Mas'ud radhiallahuanhu)
Susuan Tidak Dihitung Kecuali Sebelum Usia Dua Tahun
Segala puji hanya bagi Allah subhanahuwata’alla. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah, keluarga, para sahabat dan orang yang mengikuti petunjuknya…amma ba'du:
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah susuan bagi yang sudah besar: apakah memberi pengaruh atau tidak?
Penyebabnya adalah yang diriwayatkan dalam hadits shahih (HR. Muslim 1453 dan yang lainnya) dari Aisyah radhiyallahu 'anha: Bahwa Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam menyuruh Sahlah binti Suhail agar menyusui Salim Maula Abi Hudzaifah radhiallahu’anhu dan ia sudah besar. Dia adalah Maula (budak yang dimerdekakan) suaminya. Maka tatkala ia (Salim) sudah besar, ia (Sahlah) meminta jalan keluar dalam masalah ini dari Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam. Lalu beliau menyuruh dia agar menyusuinya sebanyak lima kali.
Maka para ulama berbeda pendapat dalam masalah itu, dan pendapat yang shahih dari dua pendapat para ulama adalah bahwa ini kasus khusus bagi Salim dan Sahlah tetapi tidak berlaku bagi semua umat, inilah pendapat mayoritas istri-istri Nabi Muhammad salallahu’alaihi wassalam,(Lihat Shahih Muslim no. 1454) dan merupakan pendapat mayoritas para ulama, dan inilah yang benar.
Berdasarkan hadits yang berbunyi: Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda: 'Tidak ada susuan kecuali yang menembuh usus dan terjadi sebelum disapih." (HR. Ibnu Majah 1946 secara ringkas dan lihat fatwa sebelumnya beserta catatan kakinya) Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya susuan itu (berasal) dari rasa lapar." (HR. Al-Bukhari 2647 dan 5102 dan Muslim 1455.)
Diriwayatkan oleh Syaikhaan dalam Shahihaian.
Dan juga berdasarkan hadits: Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada susuan kecuali pada masa dua tahun."(HR. Ad-Daraquthni dalam Sunannya 4/174 (10), al-Baihaqi dalam al-Kubra 15446 dan 15447 secara marfu' dan mauquf, dan mauquf lebih kuat. Lihat: Talkhis Khabir karya Ibnu Hajar 4/4 (1654).) Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa menyusui khusus bagi yang berusia kurang dari dua tahun dan susuan setelah melewati usia itu tidak memberi pengaruh dan inilah pendapat yang benar.
Wallahu ta'ala aliyuttaufiq.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz –Majmu' Fatawa wa Maqalaat Mutanawwi'ah –22/262.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Syaikh Muhammad al-Utsaimin
***
Pertanyaan:
3. Berapa banyak idealnya ibu susuan yang dapat dimiliki oleh seorang anak?
Jawaban:
Berapapun dibolehkan, asal tetap memperhatikan syarat-syarat yang bisa menjadikannya mahram persusuan. Wallahualam. ***
Pertanyaan:
4. Hingga berapa generasi bagi seorang anak susuan untuk dinyatakan hukum persusuan sudah tidak berlaku? Hanya berlaku pada satu generasi pertama. Wallaahu ‘alam (Terkait dengan mahram). ***
5. Apakah mahram persusuan berlaku pada seluruh anak yang dimiliki oleh ibu susuan tersebut?
Jawaban:
Seluruh anak yang disusui oleh satu ibu susu, jika memenuhi syarat-syarat persusuan yang mengharamkan, maka hubungan mahram berlaku hingga generasi selanjutnya dan semua anak yang disusui oleh ibu susu menjadi mahram bagi anak susunya.
Apabila seorang perempuan menyusukan seorang anak kecil di bawah umur dua tahun lima kali susuan atau lebih, maka anak tersebut menjadi anaknya dan anak suaminya yang memiliki susu itu. Dan seluruh anak dari wanita tersebut dengan suaminya itu atau dengan suami terdahulunya menjadi saudara bagi anak susuan itu. Seluruh anak suami wanita yang menyusui baik dari wanita itu ataupun dari istri yang lain adalah saudara anak susuannya. Seluruh saudara wanita yang menyusui dan saudara suaminya adalah paman bagi anak susuannya. Demikian pula Bapak wanita yang menyusui dari Bapak suaminya adalah kakek dia dan ibu wanita yang menyusui serta ibu suaminya adalah nenek. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala. "Artinya : Dan ibu-ibu kalian yang menyusukan kalian dan saudara kalian yang sesusu" [An-Nisa' : 23] Serta sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Artinya : Sesuatu diharamkan dengan sebab penyusuan sebagaimana apa-apa yang diharamkan oleh sebab nasab". "Artinya : Tidak berlaku hukum penyusuan kecuali dalam masa dua tahun". Dan berdasarkan hadits dalam Sahih Muslim yang diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu 'anha, ia berkata : "Adalah yang disyariatkan dalam Al-Qur'an dahulu sepuluh kali susuan yang jelas, menyebabkan ikatan kekerabatan. Kemudian dihapus dengan lima kali susuan yang jelas hingga Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat sedangkan masalah tersebut tetap dengan keputusannya (lima kali susuan)". Hadits ini diriwayatkan pula oleh At-Tirmidzi degan lafazh sedemikian, sedangkan asalnya terdapat dalam Shahih Muslim. [Fatawa Da'wah, Syaikh Bin Baz Juz 1 hal. 206] ***
Pertanyaan:
6. Apakah mahram persusuan berlaku juga kepada saudara dari anak susuan?
Jawaban:
Kita harus mengetahui kaidah dalam hal susuan, yaitu bahwa pengaruh susuan hanya terjadi kepada orang yang menyusu beserta keturunannya. Seorang wanita menyusui anak kecil maka berarti dia telah menjadi ibu dari anak tersebut. Sehubungan dengan masalah anak kecil ini, apakah hubungan mahram berlaku pula atas ayah atau ibunya ? Jawabannya adalah tidak, karena kemahraman itu hanya terjadi kepada anak yang menyusu beserta keturunannya. Adapun orang tua atau saudarannya maka tidak berlaku kemahraman ini. Kita ambil contoh untuk menjelaskan maksudnya. Seorang perempuan menyusui anak perempuan kecil. Bagaimana kedudukan anak perempuan tersebut ? Dia menjadi anak bagi ibu yang menyusuinya itu. Adapun anak-anak ibu tersebut telah menjadi saudara bagi anak susuannya itu, saudara atau saudari ibu susuan menjadi paman atau bibi anak itu, ibunyu ibu susuan menjadi nenek, serta ayah ibu susuan menjadi kakek dan begitu pula seterusnya. Akan tetapi dari pihak keluarga anak perempuan yang menyusu sama sekali tidak mempunyai hubungan dengan mereka karena susuan itu, kecuali pada keturunannya. Jika si anak susuan mempunyai ayah, ibu atau saudara, apakah mereka berlaku hukum dalam masalah susuan ? Jawabannya tidak. Susuan hanya berpengaruh kepada keturunan, sehingga keturunan anak susuan menjadi keturunan dari ibu susuannya juga. [Durus wa Fatawal Haramil Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, Juz 3 hal.272] [Disalin dari Kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin, Penerbit Darul Haq]
Contoh lain:
Pertanyaan:
Saya mau bertanya. Misalnya Ummu Aisyah (ibunya Aisyah) menyusui Rifqi (anak orang lain) sebanyak lima kali atau lebih sampai kenyang, apakah Aisyah haram dinikahi Rifqi karena sebab sepersusuan? Bagaimana hukum saudara laki-laki Rifqi yang tidak menyusu pada Ummu Aisyah, apakah juga haram menikahi Aisyah? Jawaban:
Untuk memahami masalah saudara sepersusuan, mari kita pelajari fatwa Syaikh Ibnu Baz tatkala beliau ditanya bahwa ada dua wanita, yang salah satunya memiliki seorang putra dan yang lainnya memiliki seorang putri, mereka saling menyusui anak satu sama lain, apakah dua saudara sepersusuan tersebut halal bagi saudaranya yang lain? Inilah uraian beliau,
“Apabila seorang wanita telah menyusui seorang anak sebanyak lima kali susuan (yang menjadikan anak tersebut kenyang, red) yang telah diketahui bersama atau mungkin lebih dari itu, maka selama anak tersebut masih belum berumur dua tahun, anak yang disusui tersebut sudah menjadi anak ibu yang menyusuinya beserta suaminya, dan semua anaknya dari suaminya dan selainnya telah menjadi saudara anak yang disusui, dan semua anak suaminya menjadi saudaranya pula.
Ayah wanita yang menyusui sudah menjadi kakeknya sendiri, dan ibu wanita yang menyusui tersebut sudah menjadi nenek anak tersebut. Ayah dari suami wanita yang menyusui sudah menjadi kakeknya dan ibu dari suaminya tersebut adalah neneknya. Hal ini berdasarkan firman Allah,
وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ
“...Ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan….” (Qs. an-Nisa: 23).
Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ
“Hal-hal dari hubungan persusuan diharamkan sebagaimana hal-hal tersebut diharamkan dari hubungan nasab.” (HR. Bukhari: 2645).
Serta berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ رَضَاعَ إِلاَّ فِيْ حَوْلَيْنِ
“Tidak ada persusuan (yang menjadikan mahram) kecuali pada umur dua tahun.” (HR. Baihaqi: 1544).
Diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, “Dahulu turun ayat yang menetapkan, bahwa sepuluh kali persusuan menyebabkan (seorang anak yang disusui) sudah menjadi haram bagi kami. Kemudian (syariat tersebut, ed) dihapus menjadi lima kali persusuan yang telah dimaklumi. Maka ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, ketetapan ini tetap berlaku.” (HR. Muslim). (Fatwa SyAIkh Abdul Aziz bin Abdulullah bin Baz dalam Fatawa Ulama Baladil Haram: 505).
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa Rifqi haram menikah dengan Aisyah sebab mereka berdua sudah menjadi saudara sepersusuan. Adapun saudara laki-laki Rifqi yang tidak menyusu pada Ummu Aisyah tidak menjadi saudara sepersusuan dengan Aisyah, sehingga dia boleh menikahi Aisyah. Wallahu a’lam.
Sumber: Majalah Mawaddah, Edisi 10, Tahun 1, Rabiul Akhir-Jumadil Ula 1429 H (Mei 2008). (Dengan beberapa pengubahan tata bahasa oleh redaksiwww.konsultasisyariah.com)
http://konsultasisyariah.com/saudara-sepersusuan-mahram
***
Pertanyaan:
7. Apakah seorang muslim diperbolehkan memberikan Donor ASI kepada anak dari seorang non Muslim?
Jawaban:
Fatwa tidak ada. 4668 Q: Apakah diperbolehkan bagi seorang wanita Muslim untuk menyusui bayi Kristen dan sebaliknya? Apa hukumnya pada bayi ini? Tolong, menyarankan! As-salamu `alaykum warahmatullah wabarakatuh (Perdamaian Mei Allah, rahmat, dan Berkat bagimu.) J: Pertama: Hal ini dibolehkan bagi wanita Muslim untuk menyusui seorang anak Kristen, demikian juga, wanita Kristen bisa menyusui anak muslim. Ini awalnya diperbolehkan dan tidak ada bukti yang melarang tindakan ini. Memang, itu adalah tindakan kebaikan. Allah telah memerintahkan kebaikan dalam segala hal. Hal ini otentik melaporkan bahwa Nabi (saw) mengatakan, ada hadiah untuk melayani setiap bernyawa. Kedua: Menyusui tidak tidak mempengaruhi agama asli bayi, ia yang adalah seorang Muslim sebelum menyusui tetap seorang Muslim dan dia yang adalah seorang Kristen sebelum menyusui tetap sebagai begitu setelah itu. (Bagian No 21; Halaman No 62) Semoga Allah memberi kita sukses! Semoga damai dan rahmat atas Nabi kita, keluarga, dan sahabat.
Terjemahan asli dari: http://www.alifta.net/Fatawa/FatawaChapters.aspx?View=Page&BookID=7&PageID=7962&back=true
Fatwa no. 4668
Q: Is it permissible for a Muslim woman to breastfeed a Christian baby and vice versa? What is the ruling on this infant? Please, advise! As-salamu `alaykum warahmatullah wabarakatuh (May Allah's Peace, Mercy, and Blessings be upon you.)
A: First: It is permissible for a Muslim woman to breastfeed a Christian child; likewise, the Christian woman may breastfeed a Muslim child. This is originally permissible and there is no evidence forbidding this act. Indeed, it is an act of kindness. Allah has enjoined kindness on everything. It is authentically reported that the Prophet (peace be upon him) said, There is a reward for serving any animate.
Second: Breastfeeding does no affect the original religion of an infant; he who is a Muslim before breastfeeding remains a Muslim and he who is a Christian before breastfeeding remains as so after it.
(Part No. 21; Page No. 62)
May Allah grant us success! May peace and blessings be upon our Prophet, his Family, and Companions.
***
Pertanyaan:
8. Jika bayi seorang ibu adalah laki-laki, apakah ibu tersebut hanya bisa memberikan Donor ASI kepada bayi dengan jenis kelamin yang sama? Dapatkah diberikan pada yang berbeda jenis kelamin?
Jawaban:
Tidak harus. Karena hokum persusuan yang mengaharamkan berlaku juga bagi anak dari ibu susuan, jadi meskipun anak yang disusui berjenis kelamin sama, tetap terjadi hubungan mahram dengan saudara sepersusuan dari anak-anak ibu susu yang lain, apalagi jika ibu susu memiliki lebih dari satu anak susuan. Otomatis, anak susuan yang lain pun menjadi mahram jika berbeda jenis kelamin. Mungkin yang lain bisa bantu kasih tambahan jawaban yah
***
Pertanyaan:
9. Jika seorang ibu memberikan ASI perahnya kepada dua bayi dari keluarga yang berbeda, apakah dua bayi itu akan menjadi saudara sepersusuan juga?***
10. Jika YA, berapa banyak anak susuan dapat dimiliki oleh seorang ibu?
Jawaban:
Ya, jika terpenuhi syarat-syarat pengharaman. Semampu ibu susuannya. yang lain bisa bantu kasih tambahan jawaban yah
***
Pertanyaan:
11. Siapa sajakah mahram dari seorang anak susuan?
Jawaban:
Ini berarti yang disusui anak perempuan yah. Perlu diketahui terlebih dahulu tentang MAHRAM terkait dengan nasab.
“Apa yang haram karena nasab maka itupun haram karena penyusuan.” (Muttafaqun ‘alaihi) Dalam riwayat lain: “Penyusuan itu menjadikan haram apa yang haram karena hubungan kelahiran (nasab).” (Al-Mughni, 7/87)
Mahrom merupakan masalah yang penting dalam Islam karena ia memiliki beberapa fungsi yang penting dalam tingkah laku, hukum-hukum halal/haram. Selain itu juga, Mahrom merupakan kebijaksanaan Allah dan kesempurnaan agama-Nya yang mengatur segala kehidupan. Untuk itu, seharusnya kita mengetahui siapa-siapa saja yang termasuk mahrom dan hal-hal yang terkait dengan mahrom. Banyak sekali hukum tentang pergaulan wanita muslimah yang berkaitan erat dengan masalah mahrom, Seperti hukum safar, kholwat (berdua-duaan), pernikahan, perwalian dan lain-lain. Ironisnya, masih banyak dari kalangan kaum muslimin yang tidak memahaminya, bahkan mengucapkan istilahnya saja masih salah, misalkan mereka menyebut dengan "Muhrim" padahal muhrim itu artinya adalah orang yang sedang berihrom untuk haji atau umroh. Dari sinilah, maka kami mengangkat masalah ini agar menjadi bashiroh (pelita) bagi ummat. Wallahu Al Muwaffiq [1]. Definisi Mahrom Berkata Imam Ibnu Qudamah rahimahullah : Mahrom adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab, persusuan dan pernikahan. [1] Berkata Imam Ibnu Atsir rahimahullah : Mahrom adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya seperti bapak, anak, saudara, paman dan lain-lain. [2] Berkata Syaikh Sholeh Al-Fauzan : Mahrom wanita adalah suaminya dan semua orang yang haram dinikahi selama-lamanya karena sebab nasab seperti bapak, anak, dan saudaranya, atau dari sebab-sebab mubah yang lain seperti saudara sepersusuannya, ayah ataupun anak tirinya. [3] [2] Macam-Macam Mahrom Dari pengertian di atas, maka mahrom itu terbagi menjadi tiga macam: Mahrom Karena Nasab (Keluarga) Mahrom dari nasab adalah yang disebutkan oleh Alloh Ta'ala dalam surat An-Nur: 31 Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau saudara-saudara lelaki mereka atau putra-putra saudara laki-laki mereka atau putra-putra saudara perempuan mereka ....Para ulama' tafsir menjelaskan: "Sesungguhnya lelaki yang merupakan mahrom bagi wanita adalah yang disebutkan dalam ayat ini, mereka adalah: . [1]. Ayah Termasuk dalam kategori bapak yang merupakan mahrom bagi wanita adalah kakek, baik kakek dari bapak maupun dari ibu. Juga bapak-bapak mereka ke atas. Adapun bapak angkat, maka dia tidak termasuk mahrom berdasarkan firman Alloh Ta' ala: "....Dan Alloh tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu ... " [Al-Ahzab : 4] Dan ayat ini dilanjutkan dengan firman-Nya: “Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak'mereka, itulah yang lebih adil disisi Alloh, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.... [Al-Ahzab : 5] Berkata Imam Al Qurthubi rahimahullah: "Seluruh ulama tafsir sepekat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Zaid bin Haritsah. Para imam hadits telah meriwayatkan dari Ibnu Umar, Beliau berkata: "Dulu tidaklah kami memanggil Zaid bin Haritsah kecuali dengan Zaid bin Muhammad sehingga turun firman Alloh Taala: "Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak mereka...."[4] Berkata Imam Ibnu Katsir: "Ayat ini menghapus hukum yang terdapat di awal Islam yaitu bolehnya mengambil anak angkat, yang mana dahulu kaum muslimin memperlakukan anak angkat seperti anak sendiri dalam masalah kholwah dan yang lainnya”. Maka Alloh memerintahkan mereka untuk mengembalilcan nasab mereka kepada bapak-bapak mereka yang sebenarnya. Oleh karena itulah Alloh membolehkan menikah dengan bekas istri anak angkat. Dan Rosululloh menikah dengan Zainab binti Jahsy setelah di ceraikan oleh Zaid bin Haritsah. Alloh berfirman: “Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu'min untuk mengawini istri-istri anak angkat mereka... [Al Ahzab : 37] Oleh karena itu Alloh berfirman tentang wanita-wanita yang diharamkan menikah dengannya: “Dan istri anak kandungmu... [An Nisa' : 23] Jadi tidak termasuk yang diharamkan istri anak angkat. [5] Berkata Imam Muhammad Amin Asy Syinqithi: "Difahami dari firman Alloh Ta'ala : "Dan istri anak kandungmu" [An Nisa': 23]. Bahwa istri anak angkat tidak termasuk yang diharamkan, dan hal ini ditegaskan oleh Alloh dalam surat Al Ahzab ayat 4, 37, 40." [6 ] Adapun bapak tiri dan bapak mertua akan kita bahas pada babnya. Setelah mengetahui definisi mahrom dari para ulama' dan sebagian dari jenis mahrom (yakni mahrom karena nasab keluarga), maka pembahasan selanjutnya adalah mengenai contoh-contoh dari mahram dengan sebab keluarga. Juga, berikut ini akan dibahas secara singkat tentang persusuan. Bagaimana definisinya dan batasan-batasannya? [2]. Anak laki-laki Termasuk dalam kategori anak laki-laki bagi wanita adalah cucu, baik cucu dari anak laki-laki maupun anak perempuan dan keturunan mereka. Adapun anak angkat, maka dia tidak termasuk mahrom berdasar pada keterangan di atas. Dan tentang anak tiri dan anak menantu laki-laki akan kita bahas pada babnya. [3]. Saudara laki-laki, baik saudara laki-laki kandung maupun saudara sebapak ataupun seibu saja. [4]. Anak laki-laki saudara (keponakan), baik keponakan dari saudara laki-laki maupun perempuan dan anak keturunan mereka. [7] [5]. Paman, baik paman dari bapak ataupun paman dari ibu. Berkata Syaikh Abdul Karim Zaidan: "Tidak disebutkan paman termasuk mahrom dalam ayat ini [An Nur: 31] di karenakan kedudukan paman sama seperti kedudukan kedua orang tua, bahkan kadang-kadang paman juga disebut sebagai bapak. Alloh Ta'ala berfirman: “Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu Ibrahim, Ismail dan Ishaq...." [Al-Baqarah: 133] Sedangkan Isma'il adalah paman dari putra-putra Ya'qub. [8] Dan bahwasanya paman termasuk mahrom adalah pendapat jumhur ulama'. Hanya saja imam Sya'bi dan Ikrimah, keduanya berpendapat bahwa paman bukan termasuk mahrom karena tidak disebutkan dalam ayat ini juga dikarenakan hukum paman mengikuti hukum anaknya (padahal anak paman atau saudara sepupu bukan termasuk mahrom -pent).[9]
Dalil Tentang Hubungan Mahrom Dari Hubungan Persusuan 1). Dari Al Qur'an : Firman Alloh Ta'ala tentang wanita-wanita yang haram dinikahi: “...Juga ibu-ibu yang menyusui kalian serta saudarasaudara kalian dari persusuan... [An Nisa': 23] 2). Dalil dari Sunnah: Dari Abdulloh Ibnu Abbas ia berkata : Rasululloh bersabda: Diharamkan dari persusuan apa-apa yang diharamkan dari nasab. [13] Dari Aisyah ia berkata. "Sesungguhnya Aflah saudara laki-laki Abi Qu'ais meminta izin untuk menemuiku setelah turun ayat hijab, maka saya berkata: "Demi Alloh, saya tidak akan memberi izin kepadamu sebelum saya minta izin kepada Rosululloh, karena yang menyusuiku bukan saudara Abi Qu'ais, akan tetapi yang menyususiku adalah istri Abi Qu'ais. Maka tatkala Rosululloh datang, saya berkata: Wahai Rasululloh, sesungguhnya lelaki tersebut bukanlah yang menyusuiku, akan tetapi yang menyusuiku adalah istrinya. Maka Rasululloh bersabda: "Izinkan baginya, karena dia adalah pamanmu" [14] Siapakah Mahrom Wanita Sebab Persusuan? Berdasarkan ayat dan hadits di atas maka kita ketanui bahwa mahrom dari sebab persusuan seperti mahrom dari nasab yaitu: 1). Bapak persusuan (suami ibu susu). Termasuk mahrom juga kakek persusuan yaitu bapak dari bapak atau ibu persusuan, juga bapak-bapak mereka keatas. 2). Anak laki-laki dari ibu susu. Termasuk anak susu adalah cucu dari anak susu baik lakilaki maupun perempuan. Juga anak keturunan mereka. 3). Saudara laki-laki sepersusuan. Baik dia saudara susu kandung, sebapak maupun cuma seibu. 4). Keponakan persusuan (anak saudara.persusuan). Balk anak saudara persusuan laki-laki maupun perempuan, juga keturunan mereka. 5). Paman persusuan (saudara laki-laki bapak atau ibu susu). [15]
Apabila seorang perempuan menyusukan seorang anak kecil di bawah umur dua tahun lima kali susuan atau lebih, maka anak tersebut menjadi anaknya dan anak suaminya yang memiliki susu itu. Dan seluruh anak dari wanita tersebut dengan suaminya itu atau dengan suami terdahulunya menjadi saudara bagi anak susuan itu. Seluruh anak suami wanita yang menyusui baik dari wanita itu ataupun dari istri yang lain adalah saudara anak susuannya. Seluruh saudara wanita yang menyusui dan saudara suaminya adalah paman bagi anak susuannya. Demikian pula Bapak wanita yang menyusui dari Bapak suaminya adalah kakek dia dan ibu wanita yang menyusui serta ibu suaminya adalah nenek.
Kesimpulan yang menjadi mahram baginya adalah:
a.Anak laki-laki dari ibu susuannya dan anak laki-laki susuan lainnya.
Contoh, ibu A memiliki anak laki-laki B dan anak susuan laki-laki lainya C, kemudian ibu A menyusui anak perempuan D, maka B dan C menjadi mahram bagi A.
b. Suami dari ibu susuan. Termasuk mahrom juga kakek persusuan yaitu bapak dari bapak atau ibu persusuan, juga bapak-bapak mereka keatas.
c. Saudara laki-laki sepersusuan, baik saudara kandung, sebapak maupun seibu.
d. Keponakan persusuan (anak saudara.persusuan). Balk anak saudara persusuan laki-laki maupun perempuan, juga keturunan mereka. e. Paman persusuan (saudara laki-laki bapak atau ibu susu). Tapi anak dari paman BUKAN mahram.
***
Pertanyaan:
12. Jika seorang ibu susuan kehilangan kontak dengan anak susuan sehingga menjadi tidak jelas siapa pemberi/penerima Donor ASI tersebut, bagaimana hukum persusuannya?
Jawaban:
Jika terpenuhi syarat-syarat pengharaman, tetap berlaku hukum persusuan yang mengharamkan. Dan sangat perlu dan penting diperhatikan, siapa saja yang menjadi ibu susuan dan siapa saja bayi yang disusukan, hal ini agar tidak terjadi pernikahan antar saudara sepersusuan yang jelas-jelas diharamkan.
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,(QS. an-Nisaa`:23)
***
Pertanyaan:
13. Bagaimana hukum persusuan yang berlaku untuk memberikan Donor ASI kepada orang dewasa dengan tujuan terapi?
Jawaban:
Tidak terjadi persusuan yang diharamkan.
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Artinya : Sesuatu diharamkan dengan sebab penyusuan sebagaimana apa-apa yang diharamkan oleh sebab nasab". "Artinya : Tidak berlaku hukum penyusuan kecuali dalam masa dua tahun". Dan berdasarkan hadits dalam Sahih Muslim yang diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu 'anha, ia berkata : "Adalah yang disyariatkan dalam Al-Qur'an dahulu sepuluh kali susuan yang jelas, menyebabkan ikatan kekerabatan. Kemudian dihapus dengan lima kali susuan yang jelas hingga Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat sedangkan masalah tersebut tetap dengan keputusannya (lima kali susuan)". Hadits ini diriwayatkan pula oleh At-Tirmidzi degan lafazh sedemikian, sedangkan asalnya terdapat dalam Shahih Muslim.
Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Artinya : Tidak ada penyusuan yang mengharamkan kecuali penyusuan yang dapat mengaliri usus sedangkan masa tersebut sebelum masa penyapihan"
Akan tetapi jika memang terpaksa harus menyusui anak yang sudah besar, maka hendaklah orang yang menyusu itu adalah orang yang shalih dan bertaqwa. Bukan orang yang rusak dan jahat, karena dia akan masuk menjadi mahrammu. Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda: "Seseorang dinilai (agamanya) dengan siapa yang jadi teman dekatnya (kesayangannya). Maka perhatikan olehmu siapa yang jadi teman dekat kesayangannya" [HR Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dia berkata: hadits hasan gharib] [Disalin dari kitab Talkhiishul Habir fii Hukmi Rodhoo'il Kabir (Hukum Menyusui Orang Dewasa - Penerbit Ar-Rayyan) yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Wushobi, murid dari Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi'i rahimahullah. Diambil dari arsip milis assunnah, pengirim a_firmansyah95@yahoo.com] ***
Pertanyaan:
14. Bagaimana hukum persusuan yang berlaku jika seorang ayah/suami menggunakan Donor ASI sebagai terapi yang berasal dari anak kandung/istri?
Jawaban:
Tidak terjadi persusuan yang diharamkan.
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Artinya : Sesuatu diharamkan dengan sebab penyusuan sebagaimana apa-apa yang diharamkan oleh sebab nasab". "Artinya : Tidak berlaku hukum penyusuan kecuali dalam masa dua tahun". Dan berdasarkan hadits dalam Sahih Muslim yang diriwayatkan oleh Aisyah Radhiyallahu 'anha, ia berkata : "Adalah yang disyariatkan dalam Al-Qur'an dahulu sepuluh kali susuan yang jelas, menyebabkan ikatan kekerabatan. Kemudian dihapus dengan lima kali susuan yang jelas hingga Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat sedangkan masalah tersebut tetap dengan keputusannya (lima kali susuan)". Hadits ini diriwayatkan pula oleh At-Tirmidzi degan lafazh sedemikian, sedangkan asalnya terdapat dalam Shahih Muslim.
Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. "Artinya : Tidak ada penyusuan yang mengharamkan kecuali penyusuan yang dapat mengaliri usus sedangkan masa tersebut sebelum masa penyapihan" ***
Pertanyaan:
15. Bagaimana cara mencegah pernikahan antara saudara persusuan?
Jawaban:
Dengan mencatat siapa saja yang menjadi donor dan resipien ASI lengkap dengan nasabnya, kemudian mengenalkan kepada anak susuan, siapa saja ibu susunya dan saudara susuan berikut anak susuan lainnya (jika ibu susu menyusui lebih dari satu anak susuan) apabila sudah dewasa/baligh.
***
Pertanyaan:
16. Bagaimanakah hukum persusuan terhadap anak adopsi yang tidak diketahui orang tuanya?
Jawaban:
Jika anak adopsi tersebut masih dibawah 2 tahun dan disusui oleh ibu adopsinya sehingga menjadi anak susuan, maka berlaku hukum persusuan yang mengharamkan. Pengaruh susuan hanya terjadi kepada orang yang menyusu beserta keturunannya. Seorang wanita menyusui anak kecil maka berarti dia telah menjadi ibu dari anak tersebut. Sehubungan dengan masalah anak kecil ini, apakah hubungan mahram berlaku pula atas ayah atau ibunya ? Jawabannya adalah tidak, karena kemahraman itu hanya terjadi kepada anak yang menyusu beserta keturunannya.
Adapun orang tua atau saudaranya (anak adopsi yang tidak diketahui orangtuanya) maka tidak berlaku kemahraman ini terhadap anak susuan dari ibu susunya. Hanya saja, hukum pengharaman karena sebab nasab anak adopsi terhadap orang tua kandung beserta saudaranya tetap berlaku (mahram). Jadi sebagai orang tua adopsinya sebaiknya mencari tahu siapa orang tua kandung anak tersebut agar dikemudian hari tidak terjadi pernikahan antar saudara kandung, sebapak, maupun seibu.
***
Pertanyaan:
17. Apa langkah lain yang dapat dilakukan oleh seorang pendonor ASI jika memberikan Donor ASI pada anak adopsi?
Jawaban:
Mengetahui siapa saja yang menjadi donor ASI anak adopsi beserta keturunannya, baik dari pendonor maupun anak adopsi. Hal ini terkait dengan mahram dari ibu susuan terhadap anak adopsi dan mahram anak adopsi karena sebab nasab dari orang tua kandung dan saudara kandung, sebapak, seibu. Kemudian mengenalkannya kepada anak susuan ketika sudah paham (baligh).
***
Pertanyaan:
18. Jika sebuah bencana alam, apakah diperbolehkan untuk pendonor memberikan Donor ASI kepada anak-anak korban bencana?
19. Jika YA, apakah hukum persusuan berlaku bagi para pendonor/penerima Donor ASI?
Jawaban:
Boleh, dan tetap berlaku hukum persusuan jika memenuhi syarat-syarat pengharaman.
***
Pertanyaan:
20. Apakah hak waris anak susuan sama dengan anak-anak dari ibu susuan?
Jawaban:
Hukum persusuan yang diharamkan hanya berlaku untuk hukum mahram saja, tetapi tidak berlaku hak atas waris ibu susuan. Semua anak susuan tidak memiliki hak waris terhadap ibu susuannya, maupun suami dan anak-anaknya. Sama halnya dengan anak adopsi (baik disusui maupun tidak oleh ibu adopsi), hukum waris tidak berlaku terhadap anak adopsi. Karena anak adopsi tetap dinasabkan kepada ayah kandungnya.
وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ۚذَٰلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ ۖ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ ۚ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ
“Dan Allah sekali-kali tidak menjadikan anak-anak angkat kalian sebagai anak kandung kalian sendiri. Yang demikian itu hanyalah perkataan kalian di mulut kalian saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan yang benar. Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah. Dan jika kalian tidak mengetahui bapak-bapak mereka maka panggillah mereka sebagai saudara-saudara kalian seagama dan maula-maula kalian….” (Al-Ahzab: 4-5)
Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma berkata: "Dahulu, kami tidak memanggil Zaid bin Haritsah Radhiyallahu 'anhu kecuali dengan panggilan Zaid bin Muhammad, sampai turunnya ayat 'Panggillah anak-anak angkat tersebut dengan memakai nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah". al-Ahzab/33 ayat 5."[3] Inilah perintah yang menghapuskan hukum tabanni pada masa permulaan Islam. Hukum lama tersebut membolehkan pengakuan seseorang atas anak orang lain sebagai anak kandungnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala kemudian memerintahkan untuk mengembalikan penisbatan nasab kepada bapak-bapak kandung mereka, dan inilah perilaku yang adil, sikap tengah lagi baik. Dalam banyak kesempatan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa orang yang menasabkan dirinya kepada selain bapak kandungnya diancam sebagai orang kafir, dilaknat oleh Allah, para malaikat-Nya dan seluruh manusia. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak mau menerima ibadah yang wajib maupun yang sunnah darinya, dan surga diharamkan atas dirinya. Dengan merujuk fakta ini, maka demikian pula menisbatkan nasab anak orang lain kepada nasab sendiri juga tidak dibolehkan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : لاتَرْغَبُوْا عَنْ اَبَا ئِِكم، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ أَبِيْهِ فَهُوَ كُفْرٌ "Janganlah kalian membenci bapak-bapak kalian. Barang siapa yang membenci bapaknya, maka dia telah kafir [4]. [HR Imam al-Bukhari, no. 6768, Muslim, no. 215] Di antara sebab penyebutan istilah kafir dalam hadits di atas, karena penisbatan nasab seperti itu merupakan kedustaan atas nama Allah Subhanahu wa Ta'ala. Seakan-akan dia berkata "saya diciptakan oleh Allah dari air mani si A (baca: bapak angkat)", padahal tidaklah demikian, karena ia sebenarnya diciptakan dari air mani si B (bapak kandungnya).[5] Dalam hadits yang lain, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: من ادعى إلى غير أبيه أو انتمى إلى غير مواليه, فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين, لايقبل الله منه يوم القيامة صرفا ولا عدلا "Barang siapa yang mengaku sebagai anak kepada selain bapaknya atau menisbatkan dirinya kepada yang bukan walinya, maka baginya laknat Allah, malaikat, dan segenap manusia. Pada hari Kiamat nanti, Allah tidak akan menerima darinya ibadah yang wajib maupun yang sunnah" [HR Muslim, no. 3314 dan 3373]
Setelah turun ayat pelarangan adopsi, maka segala konsekuensi tersebut tidak berlaku dan tidak boleh diterapkan. Secara rinci, sebagai berikut. 1. Larangan memberi panggilan "anak" secara mutlak bagi anak-anak hasil adopsi. 2. Munculnya ancaman sangat berat bagi orang yang menisbatkan diri kepada selain orang tuanya. 3. Putusnya hubungan "anak-bapak" antara anak adopsi dengan orang tua angkatnya, yang berdampak pada putusnya hubungan saling mewarisi antara mereka berdua. 4. Dihalalkan menikahi mantan istri anak angkat, yang sebelumnya sudah merupakan perkara "haram" berdasarkan norma masyarakat yang berlaku pada waktu itu.
***
Pertanyaan:
21. Jika anak susuan kelak memiliki anak, siapa sajakah yang menjadi mahram bagi anak keturunan tsb terhadap ibu susuan dan saudara persusuannya?
Jawaban:
“Apa yang haram karena nasab maka itupun haram karena penyusuan.” (Muttafaqun ‘alaihi) Dalam riwayat lain: “Penyusuan itu menjadikan haram apa yang haram karena hubungan kelahiran (nasab).” (Al-Mughni, 7/87)
Untuk itu, perlu diketahui pula yang dianggap mahram padahal bukan.
Berikut beberapa orang yang dianggap mahrom tersebut. [1]. Ayah dan Anak Angkat. Hal ini berdasarkan firman Alloh : “Dan Alloh tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu”. [Al-Ahzab : 4]. [28] [2]. Sepupu (Anak Paman/Bibi). Hal ini berdasarkan firman Alloh setelah menyebutkan macam-macam orang yang haram dinikahi: “Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian” [An-Nisa': 24] Menjelaskan ayat tersebut, Syaikh Abdur Rohman Nasir As-Sa'di berkata: “Hal itu seperti anak paman/bibi (dari ayah) dan anak paman/bibi (dari ibu)". [29] [3]. Saudara Ipar. Hal ini berdasarkan hadits berikut: "Waspadalah oleh kalian dari masuk kepada para wanita, berkatalah seseorang dari Anshor: "Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu kalau dia adalah Al-Hamwu (kerabat suami)? Rasulullah bersabda: "Al-Hamwu adalah merupakan kematian." [30] Imam Baghowi berkata: "Yang dimaksud dalam hadits ini adalah saudara suami (ipar) karena dia tidak termasuk mahrom bagi si istri. Dan seandainya yang dimaksudkan adalah mertua padahal dia termasuk mahrom, lantas bagaimanakah pendapatmu terhadap orang yang bukan mahrom?". Lanjutnya: "Maksudnya, waspadalah terhadap saudara ipar sebagaimana engkau waspada dari kematian". [4]. Mahrom Titipan. Kebiasaan yang sering terjadi, apabila ada seorang wanita ingin bepergian jauh seperti berangkat haji, dia mengangkat seorang lelaki yang `berlakon' sebagai mahrom sementaranya. Ini merupakan musibah yang sangat besar. Bahkan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani menilai dalam Hajjatun Nabi (hal. 108) : "Ini termasuk bid'ah yang sangat keji, sebab tidak samar lagi padanya terdapat hiyal (penipuan) terhadap syari'at. Dan merupakan tangga kemaksiatan". [Disalin dari Majalah Al Furqon, Edisi 3 Th. II, Dzulqo'idah 1423, hal 29-31. Diterbitkan Oleh Lajnah Dakwah Ma'had Al-Furqon, Alamat Maktabah Ma'had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jawa Timur] __________ Foote Note [28]. Lihat kembali bagian pertama tentang ayah. [29]. Lihat Taisir Karimir Rohman hal. 138-139. [30]. HR. Bukhori: 5232 dan Muslim: 2172.
Jadi, sebagaimana hubungan mahram karena nasab, maka mahram karena persusuan pun terhenti hanya sebatas hubungan antara saudara sepersusuan dari ayah maupun ibu saja, sedangkan anak keturunan dari saudara sepersusuan dari ayah maupun ibu bukan mahram. Dengan kata lain sepupu sepersusuan baik dari ayah maupun ibu bukan mahram.
Sebagai ilustrasi, akan diberikan contoh sebagai berikut agar lebih memahami apa yang dimaksud.
Ummu Abdillah (ibunya Abdillah) menyusui Abdillah dan anak susuan lainnya Salwaa. Abdillah memiliki saudara kandung Abdurrahman dan Aisyah. Kemudian setelah Salwaa dewasa menikah dan memiliki keturunan bernama Khadijah. Begitu pula Abdillah, Abdurrahman, dan Aisyah, setelah dewasa dan menikah memiliki anak Ibnu Abdillah (anak laki-laki Abdillah), Ibnu Abdurrahman (anak laki-laki Abdurrahman), dan Fatih (anak Aisyah).
Maka yang menjadi mahram bagi Khadijah adalah suami Ummu Abdillah, ayah dari Ummu Abdillah dan ayah dari suami Ummu Abdillah hingga terus ke atasnya; Abdillah, Abdurrahman. Sedangkan anak-anak Abdillah, Abdurrahman, dan Aisyah bukan mahram bagi Khadijah, yakni. Ibnu Abdillah, Ibnu Abdurrahman, dan Fatih.
Dan jika ternyata Ummu Abdillah menyusui anak susuan lain Umar, dan kemudian Umar memiliki anak bernama Ibnu Umar. Sedang Umar sendiri memiliki saudara kandung bernama Hamzah. Maka yang menjadi mahram bagi Khadijah hanya Umar saja. Ibnu Umar dan Hamzah tidak, kenapa Hamzah tidak, padahal Umar adalah saudara kandung Umar? Karena Hamzah bukan saudara kandung Abdillah dan tidak turut disusui oleh Ummu Aisyah.
Dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi mahram bagi Khadijah adalah paman persusuan dari ibunya dan bapak susuan ibunya, kakek susuan (baik dari ibu susunya maupun bapak susunya, hingga ayah dari ayahnya ke atas, kakek, buyut), sedangkan sepupu persusuan bukan mahram.
Semoga ilustrasi ini bisa dipahami. Wallahualam.
0 comments:
Post a Comment