Penelitian
Eropa baru menunjukkan bahwa prosedur ginekologi Dilatasi dan Kuretase (D &
C) dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur pada kehamilan berikutnya.
Dilatasi
dan Kuretase (D & C) adalah salah satu operasi kecil yang paling umum dalam
kebidanan dan kandungan. Hal ini digunakan dalam kasus-kasus keguguran dan
aborsi. Umumnya memang dianggap aman karena tidak ada efek samping, tetapi
tidak jarang pula terjadi infeksi dan perdarahan.
Dalam
pertemuan tahunan Masyarakat Eropa Reproduksi dan Embriologi Manusia, Dr. Pim
Ankum dari Academic Medical Centre dari University of Amsterdam menyajikan 21 kohort
studi yang melibatkan hampir 2 juta wanita. Ditemukan bahwa wanita yang telah
menjalani D & C setelah aborsi atau keguguran akan meningkatkan risiko
kelahiran prematur 29% (sebelum 37 minggu) dan 69% (sebelum 32 minggu) pada
kehamilan berikutnya.
Selama
persalinan alami, serviks berdilatasi dan menipis selama beberapa jam. Namun
dalam prosedur D & C serviks akan diperluas dengan batang logam. Aborsi
kemudian menggunakan instrumen berbentuk sendok disebut kuret untuk membunuh
dan mengikis keluar bayi pralahir. Pelebaran traumatis selama D & C dapat
melukai leher rahim yang sebagian besar terbuat dari otot yang akan meningkatkan
kemungkinan kelahiran prematur pada kehamilan berikutnya. Prosedur invasif juga
dapat menyebabkan infeksi saluran genital tertentu yang diketahui dapat menyebabkan
kelahiran prematur.
Meskipun
studi ini menemukan hubungan antara D & C dengan kelahiran prematur, tetapi
tidak dapat membuktikan hubungan sebab-akibat.
Hasil
penelitian menunjukkan perlunya kehati-hatian dalam penggunaan D & C dalam
kasus keguguran dan aborsi. Hasil ini juga memberikan dukungan lebih lanjut
untuk penggunaan prosedur kurang invasif dalam kasus tersebut, menurut penulis
studi Dr. Pim Ankum, seorang ginekolog di Academic Medical Center, University
of Amsterdam, Belanda.
SUMBER: Masyarakat Eropa, Reproduksi Manusia dan Embriologi, 16 Juni 2015