PURE KNOWLEDGE

Temukan kebahagiaan dalam hidup ini dengan berbagi.

BABY CARE

Dalam kehidupan kita ada satu warna seperti palet seorang pelukis; yang memberi makna kehidupan dan seni | Ini adalah warna cinta.

SENAM IBU HAMIL

Diantaranya ada senam kegel, berjalan kaki, senam jongkok, merangkak dan pose tailor.

VERNIKS CASEOSA

Verniks Caseosa membantu bayi agar tetap hangat.

PLASENTA

Sisi Maternal plasenta dengan lilitan tali pusar.

HERBAL BATH

Mandikan bayi dengan penuh Cinta.

DONOR ASI

Ayo bantu AIMI memerangi pemasaran susu formula yang tidak etis di Indonesia.

Saturday, November 12, 2011

PATOLOGI MASA NIFAS


Selama masa nifas dapat terjadi 4 masalah utama :
  1. Perdarahan pasca persalinan
  2. Infeksi masa nifas
  3. Tromboemboli
  4. Depresi pasca persalinan

PERDARAHAN PASCA PERSALINAN
  1. Perdarahan pasca persalinan PRIMER
    • Perdarahan > 500 ml yang terjadi dalam waktu 24 jam pasca persalinan
  2. Perdarahan pasca persalinan SEKUNDER
    • Perdarahan abnormal yang terjadi setelah 24 jam pasca persalinan sampai berakhirnya masa nifas.

PERDARAHAN PASCA PERSALINAN PRIMER :
Perdarahan pasca persalinan primer adalah perdarahan lebih dari 500 ml dalam waktu 24 jam pertama pasca persalinan.
Etiologi :
  1. Atonia uteri dan
  2. Sisa plasenta ( 80%)
  3. Laserasi jalan lahir (20% )
  4. Gangguan faal pembekuan darah pasca solusio plasenta
Faktor resiko :
  1. Partus lama
  2. Overdistensi uterus ( hidramnion , kehamilan kembar, makrosomia )
  3. Perdarahan antepartum
  4. Pasca induksi oksitosin atau MgSO4
  5. Korioamnionitis
  6. Mioma uteri
  7. Anaesthesia
Diagnosis :
Jumlah perdarahan pasca persalinan yang sesunguhnya sulit ditentukan oleh karena sering bercampur dengan cairan amnion, tercecer, diserap bersama dengan kain dan lain sebagainya.
Perdarahan pervaginam yang profuse dapat terjadi sebelum plasenta lahir atau segera setelah ekspulsi plasenta.
Perdarahan dapat terjadi secara profus dalam waktu singkat atau sedikit sedikit diselingi dengan kontraksi uterus.

PENATALAKSANAAN :
A. Perdarahan kala III ( plasenta belum lahir )
Masase fundus uterus untuk memicu kontraksi uterus disertai dengan tarikan talipusat terkendali. Bila perdarahan terus terjadi meskipun uterus telah berkontraksi dengan baik, periksa kemungkinan laserasi jalan lahir atau ruptura uteri
Bila plasenta belum dapat dilahirkan , lakukan plasenta manuil
clip_image002
Bila setelah dilahirkan terlihat tidak lengkap maka harus dilakukan eksplorasi cavum uteri atau kuretase
B. Perdarahan pasca persalinan primer ( true HPP )
  1. Periksa apakah plasenta lengkap
  2. Masase fundus uteri
  3. Pasang infuse RL dan berikan uterotonik ( oksitosin , methergin atau misoprostol )
  4. Bila perdarahan > 1 L pertimbangkan tranfusi
  5. Periksa faktor pembekuan darah
  6. Bila kontraksi uterus baik dan perdarahan terus terjadi , periksa kembali kemungkinan adanya laserasi jalan lahir
  7. Bila perdarahan terus berlangsung , lakukan kompresi bimanual
  8. Bila perdarahan terus berlangsung , pertimbangkan ligasi arteri hipogastrika


PERDARAHAN PASCA PERSALINAN SEKUNDER
Etiologi utama adalah :
  1. Proses reepitelialisasi ‘plasental site’ yang buruk ( 80% )
  2. Sisa konsepsi atau gumpalan darah
Bila dengan pemeriksaan ultrasonografi dapat diidentifikasi adanya masa intra uterin (sisa konsepsi atau gumpalan darah ) maka harus dilakukan evakuasi uterus
Terapi awal :
  1. Memasang cairan infuse dan
  2. Memberikan uterotonika (methergin 0.5 mg intramuskular)
  3. Antipiretika dan Antibiotika (bila ada tanda infeksi)
  4. Kuretase hanya dilakukan bila ada sisa konsepsi
INFEKSI MASA NIFAS
FEBRIS PUERPERALIS adalah meningkatnya suhu tubuh diatas 380C selama 24 jam yang terjadi setelah hari pertama sampai hari ke 10 pasca persalinan atau abortus.
Infeksi dapat bersifat genital atau non – genital
Etiologi :
INFEKSI GENITAL
    1. Patogen potensial yang berada dalam vagina secara normal :
      1. Streptococcus anerobik
      2. Basil gram negatif anerobik
      3. Streptococcus hemolyticus (selain group A)
    2. Bakteri yang berasal dari organ visera sekitar :
      1. E Coli
      2. Clostridium Welchii
    3. Bakteri yang berasal dari organ yang jauh :
      1. Stafilokok
      2. Streptokus Hemolitikus Grup A
    4. Mycoplasma hominis

INFEKSI NON – GENITAL :
    1. Infeksi traktus urinarius : E Coli
    2. Infeksi mamme : stafilikok

LOKASI dan PENYEBARAN INFEKSI
Sebagian besar infeksi nifas yang berasal dari traktus genitalis merupakan infeksi ascending dari vagina atau servik dan mengadakan infeksi pada lokasi plasenta. Penyebaran selanjutnya dari tempat ini dapat terus keatas mengenai tuba falopii – parametrium sehingga menyebabkan pelvio peritonitis.
DIAGNOSIS
  • Pemeriksaan payudara : mastitis
  • Pemeriksaan urine : bakteriuria
  • Palpasi abdomen : nyeri abdomen
  • Inspeksi genitalia : infeksi luka jalan lahir
  • Hapusan vagina : pemeriksaan bakteriologi
TERAPI :
  • Rawat di RS
  • Antibiotika spektrum luas yang tepat
  • Metronidazole 3 x 500 mg selama 5 hari
TROMBOEMBOLI
Trombosis vena dapat terjadi selama kehamilan atau sering terjadi pada masa nifas antara hari ke 5 – 15.
Perawatan obstetri yang baik dan ambulasi dini dapat menurunkan kejadian penyakit tromboemboli.
Proses trombosis selalu berawal dari vena profunda tungkai bawah namun dapat pula menjalar keatas menuju vena femoralis atau vena vena dalam panggul. Situasi ini sering menyebabkan terjadinya emboli paru

DIAGNOSIS DVT – DEEP VEIN THROMBOSIS
Tanda klinik adalah terjadinya demam ringan, kenaikan frekuensi nadi dan rasa lesu.
Tanda klinik tak dapat memberi informasi mengenai progresivisitas penyakit.
Konfirmasi diagnosis adanag dengan menggunakan”colour – enhanced Doppler imaging “ pada vena tibialis dan femoralis.
Diagnosis emboli paru :
  • Dispneoe
  • Nyeri dada
  • Sianosis
  • Krepitasi pada auskultasi paru
Terapi DVT :
  • Heparin infus ( 20.000 dalam 500 PZ denga kecepatan 25 ml / jam untuk mencapai dosis 25.000 IU per hari ) selama 5 hari dan dipantau dengan pemeriksaan APTT. Active partial tromboplastin time
  • Tirah baring dengan tungkai di elevasi selama heparinisasi
Terapi Emboli Paru :
  • Heparin bolus 25.000 IU intra vena dan diikuti dengan pemberian per infus seperti ada kasus DVT
MASALAH PSIKIATRI PASCA PERSALINAN
  1. Third Days Blues”
  2. Depresi pasca persalinan
  3. Psikosis pasca persalinan
“third days blues”
50 – 70% terjadi instabilitas emosional pada ibu pasca persalinan dengan penyebab yang tidak jelas.
Gejala berawal antara hari ke 3 – 5 pasca persalinan.
Instabiltas emosional dapat berlangsung kurang dari 1 minggu namun ada kasus yang dapat terjadi sampai berbulan-bulan

DEPRESI PASCA PERSALINAN
8 – 12% wanita pasca persalinan akan menampakkan tanda – tanda depressi dalam 5 bulan pertama pasca persalinan.

Resiko tinggi mengalami kejadian ini :
  1. Ibu berusia < 16 tahun
  2. Riwayat keluarga dengan depresi atau pernah menderita depresi
  3. Depresi pada masa hamil
  4. Masalah hubungan keluarga pada masa remaja
  5. Tidak ada dukungan dari pasangan selama kehamilan , persalinan
  6. Merawat bayi sendirian tanpa keluarga atau teman
  7. Pengalaman negatif saat berhubungan dengan tenaga kesehatan selama kehamilan
  8. Riwayat komplikasi kehamilan

PSIKOSIS PASCA PERSALINAN
1 – 3% wanita mengalami kejadian psikosis pasca persalinan dalam bentuk manik atau depresi naun ada juga yang diselingi dengan episode skisofrenik
Gangguan ini dapat terjadi secara mendadak pada hari 5 – 15 pasca persalinan. Pada awalnya pasien merasa bingung , cemas, tidak dapat tidur dan sedih. Delusi ( merasa bahwa anaknya mengalami sesuatu yang berbahaya ) atau halusinasi terjadi dengan cepat.
Pasien harus segera memperoleh perawatan secara profesional.

Thursday, November 10, 2011

PP no 32 tahun 1996 - Tenaga Kesehatan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 32 TAHUN 1996 
TENTANG 
TENAGA KESEHATAN 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : Bahwa sebagai pelakssanaan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tenaga Kesehatan.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan (lembaga Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaga Negara Nomor 3495).


MEMUTUSKAN: 
Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TENAGA 
KESEHATAN

BAB I 
KETENTUAN UMUM 
Pasal 1
Dalam peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan;
2. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan;
3. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memlihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat;
4. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.



BAB II 
JENIS TENAGA KESEHATAN
Pasal 2
(1) Tenaga kesehatan terdiri dari:
a. Tenaga medis;
b. Tenaga keperawatan;
c. Tenaga kefarmasian;
d. Tenaga kesehatan masyarakat;
e. Tenaga gizi;
f. Tenaga keterampilan fisik;
g. Tenaga keteknisian medis;

(2) Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gig.
(3) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
(4) Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
(5) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemolog kesehatan, entomology kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluhan kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian.
(6) Tenaga gizi meliputi nutrisi dan dietisien.
(7) Tenaga keterampilan fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara.
(8) Tenaga keteknisian medis meliputi radiographer, radioterapis, teknisi gigi, teknis elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisitranfusi dan perekam medis.

BAB III 
PERSYARATAN
Pasal 3 
Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.

Pasal 4 
(1) Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang bersangkutan memiliki ijin dari Menteri.
(2) Dikecualikan dari pemilikan ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi tenaga kesehatan masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.


Pasal 5 
(1) Selain ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), tenaga medis dan tenaga kefarmasian lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah yang bersangkutan melakukan adaptasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.

BAB IV 
PERENCANAAN, PENGADAAN DAN PENEMPATAN

Bagian Kesatu 
Perencanaan 
Pasal 6
(1) Pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan yang merata bagi seluruh masyarakat.
(2) Pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan nasional tenaga kesehtan.
(3) Perencanaan nasional tenaga kesehatan disusun dengan memperhatikan factor:
a. Jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat;
b. Sarana kesehatan;
c. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan.
(4) Perencanaan nasional tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Kedua 
Pengadaan 
Pasal 7
Pengadaan tenaga kesehatan dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan.

Pasal 8
(1) Pendidkan di bidang kesehatan dilaksanakan di lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat.
(2) Peyelenggaraan pendidikan di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ijin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 9
(1) Pelatihan di bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan keterampilan ataupenguasaan pengetahuan di bidang teknis kesehatan.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan jenis tenaga kesehatan yang bersangkutan.

Pasal 10
(1) Setiap teaga kesehtan memiliki kesempayan yang sama untuk mengikuti pelatihan di bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya.
(2) Penyelenggara dan/atau pimpinan sarana kesehatan bertanggung jawab atas pemberian kesempatan kepada tenaga kesehatan yang ditempatkan dan/atau bekerja pada sarana kesehatan yang bersangkutan untuk meningkatkan keterampilan atau pengetahuan melalui pelatihan dibidang kesehatan. 

Pasal 11
(1) Pelatihan di bidang kesehatan dilaksanakan dib alai pelatihan tenaga kesehatan atau tempat pelatihan lainnya.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan dapat diselenggarakan oleh Pemerinah dan/atau masyarakat.

Pasal 12
(1) Pelatihan di bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelatihan di bidang kesehatan yang diselenggarakab oleh masyarakat dilaksanakan atas dasar ijin Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri.

Pasal 13
(1) Pelatihan di bidang kesehatan wajib memenuhi persyaratan tersedianya:
a. Calon peserta pelatihan;
b. Tenaga kepelatihan;
c. Kurikulum;
d. Sumber dana yang tetap untuk menjamin kelangsungan penyelenggaraan pelatihan;
e. Sarana dan prasarana.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pelatihan di bidang kesehatn sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh menteri.

Pasal 14
(1) Menteri dapat menghentikan pelatihan apabila pelaksanaan peltihan di bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat ternyata:
a. Tidak sesuai dengan arah pelatihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1);
b. Tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalm Pasal 13 ayat (1);
(2) Penghentian pelatihan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1), dapat mengakibatkan decabutnya ijin pelatihan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian pelatihan dan pencabutan ijin pelatihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oeh menteri.



Bagian Ketiga 
Penempatan 
Pasal 15

(1) Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat, pemerintah dapat mewajibkan tenaga kesehatan untuk ditempatkan pada sarana kesehatan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
(2) Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 91) dilakukan dengan cara masa bakti.
(3) Pelaksanaan penempatan tenaga kesehatan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 16
Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab menteri.

Pasal 17
Penempatan tenaga kesehatan dengan cara masa bakti dilaksanakan dengan memperhatikan:
a. Kondisi wilayah dimana tenaga kesehatan yang berssangkutan ditempatkan;
b. Lamanya penempatan;
c. Jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat;
d. Prioritas sarana kesehatan.

Pasal 18
(1) Penempatan tenaga kesehatan dengan cara masa bakti dilaksanakan pada:
a. Sarana kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah;
b. Sarana kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang ditunjuka oleh Pemerintah;
c. Lingkungan perguruan tinggi sebagai staf pengajar;
d. Lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
(2) Pelaksanaan ketentuan huruf c dan huruf d sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan dari pimpinan instansi terkait.

Pasal 19
(1) Tenaga kesehatan yang telah melaksanakan masa bakti diberikan surat keterangan dari menteri.
(2) Surat keterangan sebgaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan persyaratan bagi tenaga kesehatan untuk memperoleh ijin menyelenggarakan upaya kesehatan pada sarana kesehatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian surat keterangan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.


Pasal 20

Status tenaga kesehatan dalam penempatan tenaga kesehatan dapat berupa: 
a. pegawai negeri; atau 
b. pegawai tidak tetap. 



BAB V 
STANDAR PROFESI DAN PERLINDUNGAN HUKUM

Bagian Kesatu 
Standar Profesi 
Pasal 21
(1) Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan.
(2) standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 22
(1) Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk:
a. Menghormati hak pasien;
b. Menjaga kerahasiaan identitas;
c. Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan 
dilakukan;
d. Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;
e. Membuat dan memelihara rekam medis;
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.


Pasal 23
(1) Pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 mengakibatkan terganggunya kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian.
(2) Ganti rugi sebagimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Bagian Kedua 
Perlindungan Hukum 
Pasal 24

(1) Perlindungan hokum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BAB VI 
PENGHARGAAN
Pasal 25 
(1) Kepada tenaga kesehatan yang bertugas pada sarana kesehatan atas dasar prestasi kerja, pengabdian, kesetiaan, berjasa pada Negara atau menninggal dunia dalam melaksakan tugas diberikan penghargaan.
(2) Penghargaan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
(3) Bentuk penghargaan dapat berupa kenaikan pangkat, tanda jasa, uang atau bentuk lain.


BAB VII 
IKATAN PROFESI
Pasal 26 
(1) Tenaga kesehatan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan martabat dan kesejahteraan tenaga kesehatan.
(2) Pembentukan ikatan profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


BAB VIII 
TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING
Pasal 27 
(1) Tenaga kesehatan warga Negara asing hanya dapat melakukan upaya kesehatan atas dasar ijin dari Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang tenaga kerja asing.




BAB IX 
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu 
Pembinaan 
Pasal 28
(1) Pembinaan tenaga kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu pengabdian profesi tenaga kesehatan
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melaluui pembinaan karier, disiplin dan teknis profesi tenaga kesehatan.

Pasal 29
(1) Pembinaan karier tenaga kesehatan meliputi kenaikan pangkat, jabatan dan pemberian penghargaan.
(2) Pembinaan karier tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 30
(1) Pembinaan disipllin tenaga kesehatan menjadi tanggung jawab penyelenggara dan/atau pimpinan sarana kesehatan yang bersangkutan.
(2) Pembinaan disiplin tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 31
(1) Menteri melakukan pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan.
(2) Pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. Bimbingan;
b. Pelatihan di bidang kesehatan;
c. Penetapan standar profesi tenaga kesehatan.

Bagian Kedua 
Pengawasan 
Pasal 32
Menteri melakukan pengawasan terhadap tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas profesinya.

Pasal 33
(1) Dalam rangka pengawasan. Menteri dapat mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga kesahatan yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan.
(2) Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. Teguran; 
b. Pencabutan ijin untuk melakukan upaya kesehatan.
(3) Pengambilan tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) silaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB X 
KETENTUAN PIDANA
Pasal 34
Barang siapa dengan sengaja menyelenggarakan pelatihan di bidang kesehatan tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dipidana sesuai dengan ketentuan Pasal 84 Undang-undangan Nomor 23 tahun 1992 tantang kesehatan.

Pasal 35
Berdasarkan ketentuan Pasal 86 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, barang siapa dengan sengaja:
a. Melakukan upaya kesehatan tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
b. Melakukan upaya kesehatan tanpa melakukan adaptasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);
c. Melakukan upaya kesehatan tidak sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);
d. Tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1); dipidana denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).


BAB XI 
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36 
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tenaga kesehatan yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 37
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahinya, memerintahkan perundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaga Negara Republik Indonesia.